Ibu ibu Dusun Candi Hidupkan Budaya Jawa Lewat Gendingan Setiap Sabtu

Ibu ibu Dusun Candi Hidupkan Budaya Jawa Lewat Gendingan Setiap Sabtu
23-Nov-2025 | sorotnuswantoro Wonosobo

Setiap Sabtu sore, balai Dusun Candi, Desa Sawangan, Kecamatan Leksono, selalu dipenuhi alunan gamelan yang lembut sekaligus membangkitkan semangat. Suara gong, saron, kenong, hingga tabuhan ibu-ibu desa berpadu harmonis dengan keceriaan anak-anak dan remaja yang ikut menyaksikan. Rutinitas gendingan ini telah berlangsung selama beberapa tahun, dipimpin oleh Tusmiatun atau Bu Tus, sosok yang menjadi penggerak kegiatan pelestarian budaya di dusun tersebut.

“Awalnya hanya untuk mengisi kekosongan kegiatan di hari Sabtu, tetapi lama-kelamaan menjadi hobi dan rutinitas. Kami ingin menguri-uri budaya Jawa agar tetap hidup di tengah masyarakat,” tutur Bu Tus.

Selain Bu Tus, ada pamong seni lain yakni Bu Musyarofah yang dengan sabar membimbing ibu-ibu dalam seni nutuk gamelan, mengenalkan notasi serta teknik tabuhan. Kegiatan ini juga mendapat dukungan penuh dari sesepuh desa, Mbah Noto Pawiro, yang rutin memberikan motivasi agar latihan tidak mandek. Sesekali, Pak Kamto turut membantu mengajari ketika memiliki waktu luang dari pekerjaannya.

Suasana latihan pun selalu hangat. Ibu-ibu datang sambil membawa jajanan sederhana, anak-anak kecil bermain di sekitar balai, dan para remaja duduk serius mencoba mengenal nada gamelan. Kehangatan itu menjadi ciri khas kegiatan gendingan Dusun Candi.


Puncak Apresiasi: Tampil di Acara Literasi Puspita

Puncak kebanggaan terjadi pada 10 Agustus 2025, ketika kelompok gendingan tampil dalam acara literasi Pondok Baca Puspita. Penampilan tersebut menjadi sorotan karena dihadiri tamu dari berbagai daerah dan lembaga, seperti:

  • Balai Bahasa Jawa Tengah
  • Balai Budaya Provinsi Yogyakarta
  • Dinas Pendidikan Kabupaten Wonosobo
  • Dinas Arpusda Wonosobo

Alunan gending yang dimainkan ibu-ibu Dusun Candi berhasil memikat penonton. Keterlibatan remaja dalam pentas turut menambah semarak acara dan menunjukkan bahwa budaya ini telah diwariskan kepada generasi muda.


Tantangan: Belum Memiliki Gamelan Sendiri

Di balik semarak dan konsistensi latihan, kelompok gendingan masih menghadapi tantangan besar: mereka belum memiliki perangkat gamelan sendiri. Selama ini, gamelan yang digunakan merupakan pinjaman dari rombongan kesenian lain. Bahkan, salah satu instrumen pokok, yakni kendang, kini sudah rusak dan tidak dapat digunakan kembali.

“Kami berharap ada perhatian dari pemerintah, baik desa maupun kabupaten, untuk membantu menyediakan peralatan gamelan bagi kelompok kami. Dengan begitu, latihan bisa lebih leluasa dan tidak selalu bergantung pada pinjaman,” harap Bu Tus.

Bu Musyarofah pun menegaskan pentingnya dukungan tersebut. Menurutnya, kepemilikan gamelan akan menjadi aset budaya desa sekaligus ruang belajar bagi generasi muda. “Kalau ada gamelan sendiri, anak-anak juga bisa lebih sering berlatih. Ini bukan hanya soal hobi, tetapi warisan budaya yang harus dijaga,” ujarnya.

Mbah Noto Pawiro menambahkan bahwa gendingan bukan sekadar hiburan, tetapi juga media mempererat kebersamaan warga. “Kalau punya gamelan sendiri, kegiatan ini bisa lebih berkembang. Bahkan bisa jadi daya tarik budaya Dusun Candi,” katanya.


Harapan untuk Masa Depan

Dengan semangat yang tidak pernah pudar, ibu-ibu Dusun Candi berharap kegiatan gendingan ini tidak hanya menjadi rutinitas mingguan, tetapi juga tumbuh menjadi kelompok seni yang mandiri. Dukungan pemerintah terhadap pengadaan gamelan dinilai menjadi langkah penting agar tradisi Jawa tetap hidup, terjaga, dan diwariskan lintas generasi.

Jurnalis:Endang Puspitorini

Editor:Andika

Tags